LAMPUNG UTARA (BI):
Badan pengawasan pemilihan umum (Bawaslu) memiliki peran strategis dan menjadi kunci atas berlangsungnya pengawas pemilu yang berintegritas.
“Peran masyarakat dalam aspek pengawasan menjadi salah satu pertimbangan suksesnya suatu penyelenggaraan Pemilu. Sehingga, nilai demokrasi akan terjaga dan Pemilu benar-benar menghasilkan sosok pemimpin yang bisa dipertanggungjawabkan” ujar Banwaslu Propinsi Lampung, Imam Bukhori, saat menyampaikan materi sosialisasi partisipatif pemilu 2024 bersama Ormas, OKP dan Media di aula Hotel Cahaya, Kotabumi, Sabtu (26-11-22).
Dia menilai partisipasi publik dengan melibatkan unsur Masyarakat, Ormas, OKP dan Media dalam pengawasan adalah nyawanya demokrasi. Dengan keterlibatan elemen masyarakat maupun organisasi ini, pengawasan yang dilakukan akan semakin optimal
“Bawaslu tidak pernah berhenti bekerja sama dengan semua pihak untuk terlibat dalam pengawasan Pemilu” kata dia.
Untuk pelanggaran yang ditemukan di lapangan, tuturnya kembali, diantaranya persoalan politik uang, politik transaksional, ujaran kebencian dan hoak.
“Dengan pengawasan terpadu, potensi terjadinya pelanggaran itu akan semakin diperkecil” lanjutnya.
Di tempat yang sama, Ketua PD IWO Lampung Utara, Mirza, dalam pernyataan sikapnya menuturkan secara organisasi pihaknya siap mendukung penuh demi terwujudnya pemilu yang demokratis.
“Setiap anggota IWO akan mengawasi jalannya pelaksanaan pemilu sampai berakhirnya pesta demokrasi” kata dia
Sementara, Koordinator Divisi Pencegahan, Bawaslu, Kabupaten Lampung Utara, Abdul Kholik, mengaku, jumlah petugas pengawas di lapangan terbatas. Di Lampura, petugas Banwaslu kecamatan ada 69 petugas, dengan jumlah petugas perkecamatan 3 orang dan itu tersebar di 23 kecamatan se-Lampura. Sementara, masing-masing desa/kelurahan ada satu orang petugas dan itu tersebar di 247 desa/kelurahan, se-Lampura.
“Jumlah petugas Banwaslu terbatas dengan cakupan wilayah yang luas dengan jumlah mata pilih 437 ribu jiwa. Tentunya, pengawasan pelanggaran tidak akan berjalan optimal tanpa melibatkan partisipatif aktif masyarakat” kata Kholik.
Menyoal sangsi pidana, dia mencontohkan pada pelanggaran politik uang yang paling sering terjadi di lapangan. Di Pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 yakni larangan money politik. Menyebutkan :
“Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye pemilu”.
Sementara, untuk sanksi pidana, di Pasal 515 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017, menyebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.
Soal pengaturan politik uang ini juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 523 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017, baik pada saat kampanye, masa tenang, maupun pada hari pemungutan suaranya berlangsung, praktik semacam ini juga dilarang dan dikenakan sanksi pidana dan juga denda.
“Pemilu rawan terjadi pelanggaran, sehingga diperlukan pengawasan dari semua pihak. Untuk mengawasi juga harus paham regulasi yang berjalan ” kata dia menambahkan. YUD