YOGYAKARTA ― Pengusaha nasional, Arsjad Rasjid mengapresiasi visi penguatan dan pemberdayaan ekonomi umat yang terus dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama (NU). Di tengah perkembangan zaman, NU juga tak berhenti melakukan berbagai langkah transformasi.
Memegang prinsip Natdlatut Tujar, Arsjad menyebut, organisasi umat Islam terbesar di Tanah Air tersebut terus berikhitiar untuk menggerakkan kebangkitan ekonomi rakyat.
“Memasuki abad kedua usianya, saya mengapresiasi penguatan dan pemberdayan ekonomi yang menjadi visi NU dengan prinsip Nahdlatut Tujar,” kata Arsjad Rasjid pada sarasehan ekonomi bertema Penguatan Ekonomi Jemaah Memasuki Abad Kedua Nahdlatul Ulama yang digelar Lembaga Penguatan Ekonomi NU di Ndalem An-Nadwah, Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (7/10).
Arsjad menyebutkan, apa yang dilakukan NU ini sejalan dengan cita-cita besar untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Sebagai organisasi besar, lanjut Arsjad, NU memiliki peran besar untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera di usianya yang ke-100 pada 2045 mendatang.
Karena itu, ia mengajak seluruh jajaran NU untuk memperkuat sinergi untuk mewujudkan visi tersebut.
Arsjad mengungkapkan, saat ini Indonesia masih masuk dalam kategori negara berkembang dan terjebak dalam penghasilan menengah atau middle income trap.
“Untuk dapat menjadi negara maju, Indonesia harus keluar dari middle income trap dan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 berdasarkan PDB (purchasing power parity) pada 2045,” tuturnya.
Masih menurut Arsjad, untuk mewujudkan visi ini, Indonesia harus memiliki strategi pembangunan dan target pencapaian (KPI) yang jelas dan terukur. KPI inilah yang akan menjadi tolok ukur dan target pembangunan.
Untuk mencapai kesejahteraan, misalnya, PDB per kapita harus naik, dari sekarang USD 4.700 ke USD 15.600. Selain itu, untuk mencapai ketahanan pangan, Global Food Security
Index Ranking juga harus meningkat, dari saat ini 63 menjadi 20.
Untuk mewujudkan visi Indonesia Emas, setidaknya terdapat empat pilar strategi pembangunan yakni ketangguhan, kesejahteraan, inklusivitas, dan keberlanjutan.
Dalam pandangan Arsjad, untuk menjadi negara tangguh,
Indonesia harus mampu meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan.
“Tanpa perut yang terisi dan tubuh yang sehat, jangan berharap kita bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan,” sebutnya.
Sementara, dalam ketahanan kesehatan, selama ini, 99,99 persen bahan baku obat-obatan, bahkan paracetamol masih didatangkan dari luar negeri atau impor.
Sesuai dengan visi perekonomian NU dalam memperkuat dan memberdayakan ekonomi Indonesia, Arsjad pun mengajak warga Nahdliyin, termasuk para generasi mudanya untuk berani terjun meningkatkan rasio kewirausahaan Indonesia yang masih rendah. Rasio itu, sebut Arsjad, hanya 3,4 persen di 2021, dengan target 3,9 persen di 2024. Padahal, rasio kewirausahaan di negara maju bisa mencapai 12 persen dari total populasi.
“Terutama para mahasiswa dan pemuda, saya mengajak untuk berani menjadi pengusaha yang memiliki jiwa enterpreunership yang berkualitas,” ujar Arsjad.
Sarasehan yang diikuti ratusan peserta ini juga menghadirkan pembicara, antara lain Ketua Tanfidziah PBNU Alissa Wahid serta Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto.