Lampung – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sejatinya berfungsi sebagai tempat pembinaan narapidana agar siap kembali ke masyarakat. Namun faktanya, tembok tebal dan jeruji besi tidak menghentikan praktik kejahatan. Kasus terbaru yang diungkap Polda Lampung menyoroti adanya dugaan permainan kotor dari dalam Lapas.
Pada Kamis, 25 September 2025, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung berhasil membongkar kasus pemerasan bermodus video asusila yang dilakukan oleh tiga warga binaan dari Lapas Kelas II A Kotabumi, Lampung Utara, dan satu warga binaan dari Lapas Kota Metro.
Modus Operandi: Perangkap Asmara Dunia Maya
Para napi beraksi dengan cara mencari korban melalui media sosial Facebook. Setelah berhasil menjalin kedekatan, korban diajak melakukan panggilan video berkonten asusila. Rekaman itulah yang kemudian dijadikan senjata untuk memeras korban.
Agar ancaman lebih meyakinkan, tersangka lain berpura-pura menjadi anggota polisi atau provost yang mengaku memegang rekaman tersebut, lalu menekan korban dengan dalih akan menyebarkan video ke publik, keluarga, hingga lingkungan kerja.
Hasilnya, korban mengalami kerugian hingga hampir Rp100 juta.
Jeratan Hukum Berat Menanti
Para tersangka kini harus berhadapan dengan jeratan hukum berat:
Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 ayat (1) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Pasal 55 dan 56 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Tanda Tanya Besar: Dari Mana Ponsel & Rekening Pelaku?
Meski kejahatan ini berhasil diungkap, publik menyoroti lubang pengawasan di dalam Lapas. Bagaimana mungkin napi bisa leluasa menggunakan ponsel pintar, bahkan mengakses internet dan melakukan transaksi keuangan?
Ada tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab:
1. Siapa yang memasukkan ponsel ke dalam Lapas?
Ponsel seharusnya barang terlarang, namun praktik peredaran di balik jeruji bukan hal baru.
2. Siapa yang memfasilitasi nomor rekening untuk menampung uang hasil pemerasan?
Modus kejahatan digital hampir mustahil tanpa keterlibatan pihak luar, bahkan bisa saja ada “perantara” dari dalam.
3. Apakah ada oknum petugas Lapas yang bermain mata?
Dugaan adanya keterlibatan oknum tak bisa dikesampingkan, mengingat ketatnya sistem satu pintu di Lapas.
Analisa: Lemahnya Pengawasan, Suburnya Kejahatan
Kasus ini menegaskan kelemahan pengawasan di lembaga pemasyarakatan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) perlu melakukan evaluasi serius, termasuk menelusuri dugaan adanya “jalur gelap” yang membuat ponsel dan fasilitas digital bisa masuk ke dalam penjara.
Tanpa pembenahan sistemik, Lapas berpotensi berubah dari tempat pembinaan menjadi markas baru kejahatan siber.
#Terungkap #LapasKotabumi #LapasMetro #PemerasanOnline #KejahatanSiber #Lampung #BeritaLampung #BeritaIndonesia #UsutTuntas #StopKejahatanDigital