Jakarta, 24 Agustus 2023 – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kondisi salju abadi atau tutupan es di Puncak Jaya, Papua, semakin mengkhawatirkan karena terus mengalami pencairan akibat dampak perubahan iklim.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan bahwa sejak tahun 2010, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG bersama Ohio State University, AS, telah melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya. BMKG dengan didukung PT Freeport Indonesia kemudian terus melakukan kegiatan pemantauan secara berkala terhadap luas dan tebal gletser di Puncak Jaya.
Hasilnya, sejak pengamatan dilakukan sampai saat ini, tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan. Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010-2015. Kemudian saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es pun mencapai 5 meter per tahun.
Donaldi Sukma Permana, Pakar Klimatologi BMKG yang memimpin ‘Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya' menambahkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2016-2022, laju penipisan es terjadi sekitar 2,5 meter per tahun. Adapun luas tutupan es pada tahun 2022 sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan.
“Dampak nyata lainnya dari pencairan es di pegunungan ini adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global,” jelasnya.
Dwikorita menekankan pula bahwa semua pihak perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus dilakukan bersama baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dan pihak terkait lainnya. Pengurangan emisi gas rumah kaca dan penerapan energi baru dan/atau terbarukan menjadi langkah penting yang harus segera dilakukan.
“Kita perlu terus menjaga dan mengendalikan laju kenaikan suhu dengan cara mentransformasikan energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Ia menceritakan bahwa dalam dialog untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional di Bappenas 21 Agustus lalu BMKG merekomendasikan pula perlunya program yang lebih sistematis dan berkelanjutan untuk observasi terhadap parameter lingkungan.
Program observasi/monitoring tersebut sangat penting guna menghasilkan analisis dan kesimpulan yang tepat, termasuk untuk memberikan peringatan dini secara cepat, tepat dan akurat. Dengan dukungan ini, BMKG tidak hanya berperan sebagai penyedia data saja, bahkan sudah menjadi tugas operasional BMKG selama ini melakukan analisis, prediksi, peringatan dini dan memberikan rekomendasi berdasarkan data dan informasi yang dibutuhkan berbagai sektor.
Pencairan Gletser Puncak Jayawijaya Memiliki Dampak Luas
Pencairan gletser Puncak Jayawijaya memiliki dampak luas, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia. Selain menyumbang terhadap peningkatan tinggi muka laut, pencairan gletser juga dapat menyebabkan perubahan pola curah hujan, kekeringan, dan hilangnya habitat bagi flora dan fauna.
Untuk mencegah dampak yang lebih parah, semua pihak perlu bekerja sama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.