Pahlawan dari Ujung Selatan: Kiprah Mayor Noerdin Pandji, Komandan Lampung yang Selamatkan Palembang
OLEH: Redaksi Berita-indonesia.com
Dalam catatan heroik Pertempuran Lima Hari Lima Malam Palembang (1-5 Januari 1947), terdapat satu nama dari Lampung yang perannya sangat menentukan: Mayor Haji Muhammad Noerdin Pandji. Sosok kelahiran Empat Lawang, Sumatera Selatan, yang berkarier militer di Lampung ini, memimpin bala bantuan yang mengubah moral dan kekuatan pejuang Palembang di saat-saat kritis.
Berikut adalah ulasan mendalam mengenai kiprah Mayor Noerdin Pandji, pejuang yang diabadikan namanya sebagai nama jalan di Sumatera Selatan.
1. Karier Militer Sejak Masa Jepang
Noerdin Pandji mengawali karier militernya sejak masa pendudukan Jepang. Ia memasuki pendidikan militer sukarela Jepang, Gyugun, pada tahun 1943. Pengalaman ini membekalinya dengan kemampuan tempur dan strategi yang sangat berguna saat Revolusi Fisik meletus.
Setelah proklamasi kemerdekaan, ia aktif di jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Sumatera Selatan, dengan pangkat Mayor. Di Lampung, ia memegang jabatan penting, termasuk Komandan Batalyon Mobil dalam Komandemen Sub Teritorial Lampung (STL) dan Kepala Staf Brigade Garuda Hitam Sub-Teritorium Lampung (periode Juli 1947–Desember 1948).
2. Aksi Penyelundupan Senjata Vital
Jauh sebelum Pertempuran Palembang mencapai puncaknya, Mayor Noerdin Pandji telah menunjukkan keahliannya dalam operasi intelijen dan logistik.
Ia bersama sejumlah pejuang lain, termasuk Mayor Ismail Harun, Kapten Mukmin, dan Lettu Soleh, berhasil menjalin kerjasama dengan pihak tertentu di Singapura. Kerjasama ini bertujuan melancarkan usaha penyelundupan senjata api, amunisi, dan bahan logistik dari Singapura menuju Lampung. Pasokan senjata yang berhasil diamankan oleh Batalyon Mobil pimpinannya di Tanjungkarang, Lampung, ini menjadi bekal yang sangat berharga untuk pertempuran di Palembang.
3. Komandan Pasukan Penyelamat di Hari Keempat
Saat Palembang terkepung oleh pasukan Sekutu dan NICA, para pejuang lokal, yang dipimpin Kolonel Maludin Simbolon, mulai kelelahan dan kehabisan pasokan. Inilah momen krusial Noerdin Pandji.
Pada hari keempat Pertempuran Lima Hari Lima Malam, pasukan bala bantuan yang dinanti-nantikan tiba di Palembang, datang dari Lahat (dipimpin Letjen Harun Sohar) dan dari Lampung di bawah komando Mayor Noerdin Pandji.
Kedatangan pasukan segar yang membawa amunisi dan semangat baru dari Lampung ini mengubah jalannya pertempuran. Mereka memberikan dukungan vital kepada pejuang Palembang untuk menahan gempuran Belanda yang unggul dalam persenjataan modern. Kontribusi Noerdin Pandji dan pasukannya dari Lampung menjadi salah satu faktor kunci yang memaksa Belanda setuju untuk duduk di meja perundingan dan menandatangani gencatan senjata pada 6 Januari 1947.
4. Perjuangan di Lampung dan Pengabdian Pasca-Perang
Setelah pertempuran Palembang mereda, Noerdin Pandji kembali ke Lampung untuk memimpin perlawanan gerilya di Front Utara Lampung (Kotabumi), terutama saat Belanda melancarkan Agresi Militer I dan II. Pengabdiannya di Lampung membuatnya diakui sebagai salah satu tokoh penting yang kemudian ikut berperan aktif dalam mendorong berdirinya Provinsi Lampung pada tahun 1963.
Setelah mengundurkan diri dari kemiliteran dengan pangkat terakhir Mayor Infanteri pada tahun 1961, ia tetap aktif dalam politik dan sosial, bahkan pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Selatan. Jasa-jasanya diakui negara dengan diterimanya berbagai tanda jasa, termasuk Bintang Gerilya dan Satyalancana Perang Kemerdekaan I.
Hingga kini, nama H.M. Noerdin Pandji diabadikan menjadi nama jalan utama, termasuk jalan akses menuju Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, sebuah pengakuan yang pantas atas pengorbanan dan perannya dalam menyelamatkan kota tersebut di masa Revolusi.
#MayorNoerdinPandji, #ApiPersaudaraanSumatra, #PertempuranPalembang1947,#SejarahIndonesia, #RevolusiFisik, #BeritaIndonesiaCom,

















