LAMPUNG UTARA (BI):
Selain di duga menabrak aturan, pelantikan 213 pejabat dengan rincian 104 pejabat administrator (eselon III) dan 109 pengawas (eselon IV) di Ruang Tapis, Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Utara pada Selasa, (30-8-2022) lalu, berpotensi menghambat pembangunan di daerah.
Di Lampung Utara, hukuman pembebas tugasan jabatan atau non job tanpa didasari dari argumentasi kuat. Bahkan, ada pejabat yang masa pensiun kurang dari 20 hari ikut terkena non job. Padahal, masa pengabdian mereka sudah puluhan tahun dan di akhir masa jabatannya harus menerima hukuman yang sangat berat berupa pemberhentian dari jabatan tanpa alasan yang jelas dan surat teguran dari pimpinan pun, belum pernah diterima.
Padahal, di kutip dari mediaindonesia.com, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono. menuturkan pencopotan secara paksa tanpa argumentasi yang jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang ASN.
Merujuk dari PP tersebut, pencopotan pejabat merupakan bentuk hukuman berat yang harus didahului dengan evaluasi atau sidang etik.
Hukuman berat itu dijatuhkan, jika pejabat yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin atau tidak menunjukkan kinerja yang baik.
“Bisa juga diberhentikan karena kinerja yang sangat rendah. Itu ada ukurannya dan biasanya melalui perhitungan performance, ditunjukkan bahwa dia tidak mencapai target”
ujarnya ketika dihubungi, Rabu (18/7).
Jika prosedur itu tidak dilakukan, maka
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) akan turut memeriksa kepala daerah serta pejabat kepegawaian yang berwenang.
Merujuk pasal 118 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan, bahwa pejabat pimpinan tinggi yang tidak memenuhi kinerja yang dijanjikan dalam waktu satu tahun di suatu jabatan diberi kesempatan selama enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Bila tidak menunjukkan perbaikan kinerja, maka pejabat bersangkutan harus mengikuti ulang uji kompetensi.
Sementara pada pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa setiap atasan wajib memeriksa lebih dulu PNS yang dijatuhi hukuman disiplin. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Apabila keputusan non job dalam rangka penjatuhan sanksi kedisiplinan tentunya, dapat ditempuh upaya administratif berupa keberatan dan banding administratif. Namun bagaimana apabila pencopotan jabatan tidak dalam rangka pemberian sanksi kedisplinan, maka sesuai ketentuan yang berlaku, hal ini masuk dalam kategori Keputusan Sewenang-Wenang dan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah.
Bukan hanya menabrak aturan, rolling yang dilakukan, berpotensi menghambat “pembangunan” di daerah. Sebab, beberapa pejabat yang berhentikan sedang menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Dan, syarat menjabat PPK merujuk Peraturan Presiden (Prepres) No. 16 TAHUN 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah pada Bab XIV, ketentuan peralihan, menyatakan PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa atau dalam hal ini, menjabat sebagai kepala bidang (Kabid).
Menyikapi hal ini, Ketua LSM Komite Pemantau Pelaksanaan Pembangunan (KPPP), Nasril Subandhi, saat di mintai pendapatnya mengatakan dengan tidak terpenuhinya syarat untuk menjadi PPK maka kontrak tersebut batal. Sebab, pelaku di dalamnya sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana di atur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia No 16 tahun 2018.
Maka, saat jabatan Kabid itu diberhentikan di mana pejabat tersebut tidak memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa maka syarat untuk menjadi PPK tidak terpenuhi. Sedangkan, kegiatan pembangunan sudah memasuki masa pelaksanaan (telah di lakukan kontrak) oleh pejabat tersebut.
“Persoalannya, bila PPK yang sudah berkontrak dan proses kontrak itu telah berjalan maka pejabat itu tidak dapat digantikan sampai kontrak itu selesai. Sebab, akibat dari pemberhentian sepihak dalam jabatan maka syarat untuk menjadi PPK tidak terpenuhi dan itu, berakibat kontrak yang ditandatangani tersebut gugur” ujarnya. YUD