LAMPUNG UTARA (berita-indonesia. com) :
Penyidikan kasus penganiayaan Ketua SMSI Kabupaten Way Kanan, Yoni Aliestiadi, oleh puluhan massa membawa senjata tumpul serta senjata tajam, jenis: golok dan clurit yang tergabung posko GAOLA dan SP3 dengan mengendarai kendaraan roda dua dan empat di markas cabang PMI kabupaten setempat, Selasa, (24-10-23) lalu, terkesan mandek.
Kasus tindak pidana pengeroyokan yang diancam dalam pasal 170 KUHP, bahwa setiap pelaku yang melakukan perbuatan tindak pidana pengeroyokan secara terang-terangan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan ini ditangani Polres Way Kanan sudah berjalan dalam satu bulan terakhir.
Perkembangan kasus, pihak Penyidik telah melakukan pemanggilan tiga saksi terlapor dan mendapatkan tujuh bukti alat tambahan diantaranya: korban , ada laporan, hasil visum, ada barang bukti kekerasan, yakni: batu , gelas dudukan hp dan remot ac. Di tambah saksi mata, rekaman suara dan rekaman video.
Sedangkan, dari pihak terlapor baru diundang dua orang untuk dimintai keterangan dan untuk penanganan kasus, hanya satu penyidik saja yang memeriksa.
Padahal, sudah ada tujuh alat bukti dikumpulkan dan pihak Kepolisian bisa langsung menangkap serta menetapkan para pelaku. Sehingga, timbullah dugaan pihak Polisi sengaja mengulur waktu penanganan kasus tersebut.
Menanggapai hal ini, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Wartawan Indonesia Perjuangan (KWIP), Deferi Zan, disekretariatan, Rabu 29-11-23), mengatakan lambatnya penanganan kasus ini akan menambah daftar panjang catatan kekerasan yang dialami jurnalis di daerah.
Merujuk UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Pada pasal 4 ayat (2) mengamanatkan, “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.” Dan pasal 4 ayat (3), “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Sedangkan pasal 18 ayat (1) mengamanatkan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Secara sederhana, dengan mengulur waktu penyelesaian kasus tindak pidana pengeroyokan, dimungkinkan kasus itu akan terhenti dan pelaku tidak terungkap.
Tapi, gagalnya penanganan kasus ini akan tercatat dalam sejarah daftar panjang kekerasan jurnalis di daerah yang tidak mampu ditangani pihak kepolisian, dalam hal ini, Polres Way Kanan.
“Gagalnya penanganan kasus ini akan menimbulkan ketidak percayaan publik, untuk penegakan hukum di daerah. Sebab, profesi yang jelas-jelas dilindungi undang-undang, tidak mampu tertangani, lalu, bagaimana dengan masyarakat umum yang meminta keadilan, dimungkinkan penanganannya akan menjadi semakin tidak jelas, ” tuturnya lirih. YUD