Di resepsi pernikahan, Ersa Mahendra dan Dela Yulistina, yang di gelar di Jln. Lintas Sumatra, Desa Suka Negri, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Waykanan, Minggu, 8 Januari 2023 lalu, saya termenung.
Di kemeriahan acara itu, pikiran melintas ke Pemilu 2024 mendatang. Kata kawan imajiner, seperti pada situasi pemilu sebelumnya. Kala itu, masyarakat, khususnya yang ada di kabupaten seperti Lampung Utara akan di bawa pada situasi di mana seolah, di giring pada pemahaman setiap pergantian legislatif maupun pemilihan kepala daerah. Berarti, ada arah perubahan pembangunan yang terkesan akan di mulai lagi dari angka nol.
Bukan dari upaya peningkatan mulai titik pembangunan yang kurang baik, menjadi lebih baik. Hal itu, karena pergantian pemimpin akan merubah haluan hampir semua program pembangunan di wilayah.
Sementara, masyarakat sangat membutuhkan figur pemimpin yang benar-benar dapat membawa keluar dari keterpurukan ekonomi serta kemerosotan moral, yakni: KKN di wilayah.
Meski pemilu serentak 2024 terhitung masih lama, semua kelompok kepentingan di 2023 ini, sudah mulai saling berkomunikasi untuk melakukan penjajakan.
Suka tidak suka, semua kelompok itu di paksa aktif bermanuver mencari pasangan yang bisa diajak berkongsi.
Bahkan kelompok yang paling kuat pun, juga melakukan hal yang sama. Artinya, mencari “pasangan koalisi” ialah keniscayaan. Wajib hukumnya bahkan bagi yang merasa kuat sekalipun.
Tak ada petahana dan tak ada figur dominan. Bagi yang elektabilitasnya menyentuh angka psikologis, tentunya lebih berpeluang mengamankan kemenangan.
Pasangan koalisi itu, hanya punya satu tujuan. Yakni: godaan kekuasaan yang menggiurkan dan pembagiannya. Soal kepentingan rakyat seperti: harga kebutuhan pokok meroket maupun stabilitas ekonomi tak menentu seolah itu menjadi urusan belakangan.
Isu yang dihembuskan, sebatas daur ulang isu lawas melawan politik identitas dan ujungnya, jualan narasi politik normatif demi mendapat simpati.
Menyinggung “pernikahan” politik atau koalisi, tercatat telah ada sejak zaman era Kerajaan Mataram Kuno .
Dikutip dari buku “Perempuan – Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa” tulisan Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, Pramodawardhani Dinasti Sailendra dan Mpu Manuku dari Dinasti Sanjaya adalah gambaran perkawinan politik yang merekayasa cinta sepasang manusia dengan dua kepercayaan berbeda.
Kisah cinta kedua insan beda dinasti itu, memiliki cerita menarik untuk diulas. Kisah cinta yang dihadirkan tak hanya murni dilandasi faktor suka sama suka sepasang manusia yang di ikat tali pernikahan. Melainkan, juga mempertimbangkan tujuan politis.
Pramodawardhani merupakan seseorang beragama Buddha, sedangkan Mpu Manuku atau Rakai Pikatan adalah seorang beragama Hindu Siwa. Sehingga kesan yang muncul perkawinan Pramodawardhani dan Mpu Manuku untuk menciptakan dua kekuatan besar dan sekaligus menciptakan kedamaian antar umat beragama.
Perkawinan antara kedua orang ini juga disinyalir kuat berlandaskan politik. Pasalnya, usia keduanya yang terpaut sangat jauh. Pendapat ini berpijak kepada Prasasti Munduan yang menyebutkan Mpu Manuku sudah menjabat sebagai Rakai Patapan pada tahun 807 Masehi atau sebaya dengan mertuanya, yaitu: Samaratungga.
Perkawinan keduanya, menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Sailendra terhadap negeri Mataram Kuno, yang beribukota di Medang. Sebab, sang raja memindahkan ibukota kerajaan ke Mamrati, serta bangkitnya Dinasti Sanjaya yang berpengaruh terhadap perkembangan agama Hindu di Jawa.
Dan, pernikahan politik seperti itu menjadi fenomena umum di jagat perpolitikan Indonesia. Hal ini, sudah menjadi tradisi sejak zaman kerajaan dan terus berlanjut sampai era modern.
Tujuannya bermacam-macam, mulai dari memperluas aliansi politik sampai tujuan ekspansif untuk memperluas wilayah kekuasaan.
Berbeda jauh dengan tujuan pernikahan rekan saya, Ersa Mahendra dan Dela Yulistina. Mereka berdua membangun ikatan atau bahasa politiknya pasangan koalisi untuk menciptakan rasa bahagia. Di mana, sudah seharusnya setiap pasangan saling memberi kasih sayang untuk menumbuhkan perasaan aman satu sama lain. Dan, itulah CINTA.
Lalu..YUD